Apakah boleh shohibul kurban mewakilkan penyembelihan dan penyaluran kurban pada orang lain? Seperti misalnya mentransfer uang dan berniat kurban di daerah yang kekurangan.
Dalam Bulughul Marom pada hadits no. 1362 disebutkan,
وَعَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ – رضي الله عنه – قَالَ: – أَمَرَنِي اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ أَقْوَمَ عَلَى بُدْنِهِ, وَأَنْ أُقَسِّمَ لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلَالَهَا عَلَى اَلْمَسَاكِينِ, وَلَا أُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا مِنْهَا شَيْئاً – مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Dari ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan padaku untuk mengurus unta (unta hadyu yang berjumlah 100 ekor, -pen) milik beliau, lalu beliau memerintahkan untuk membagi semua daging kurban, kulit dan jilalnya (kulit yang ditaruh di punggung unta untuk melindungi diri dari dingin) untuk orang-orang miskin. Dan aku tidak boleh memberikan bagian apa pun dari hasil kurban kepada tukang jagal (sebagai upah).” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 1707 dan Muslim no. 1317).
Hadyu adalah hewan ternak yang disembelih di tanah haram pada hari nahr (Idul Adha) bagi yang menjalankan haji tamattu’ atau qiron, atau karena meninggalkan salah satu wajib nusuk, atau melakukan salah satu larangan nusuk, baik ketika haji atau umrah, atau hanya sekedar melakukan ibadah tathowwu’ (sunnah) sebagai bentuk pendekatan diri pada Allah. Jadi, udhiyah dan hadyu sama-sama sembelihan berupa hewan ternak dan dilakukan pada hari nahr (Idul Adha) serta dilakukan sebagai bentuk pendekatan diri pada Allah. Namun udhiyah tidak terdapat pada haji tamattu’ dan qiron, bukan pula sebagai kafaroh karena mengejarkan yang terlarang atau meninggalkan kewajiban. Baca “Kaitan Udhiyah, Qurban, Hadyu dan Aqiqah“.
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1- Hadits ini menunjukkan disyari’atkannya hadyu karena unta yang disembelih ini adalah unta yang dijadikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai hadyu pada saat haji wada’. Saat itu beliau menyembelih 100 unta.
2- Dianjurkan bersedekah dengan daging hadyu, kulit, dan jilalnya kecuali sebagian daging yang disunnahkan untuk dimakan.
3- Boleh mewakilkan dalam pengurusan kurban, pembagian daging kurban, juga dalam menyedekahkan. Namun dalam hal penyembelihan lebih baik shohibul qurban menyembelih sendiri sebagaimana dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bahasan Bulughul Marom sebelumnya.
4- Bolehnya mengupah orang lain untuk menyembelih kurban asalkan upahnya tidak diambil dari hasil sembelihan kurban. Tidak boleh memberi tukang jagal sedikit pun dari daging kurban. Karena kalau memberi dari hasil kurban dari tukang jagal, itu sama saja mengupahinya.
Namun jika memberikan hasil kurban kepada tukang jagal karena statusnya yang miskin, atau sebagai status hadiah, maka tidaklah mengapa.
5- Tidak boleh menjual sedikit pun dari hasil kurban baik itu daging atau pun kulitnya. Karena kurban adalah harta yang dikeluarkan atas dasar ikhlas, maka tidak boleh ditarik lagi keuntungan dari kurban tersebut. Kalau seseorang ingin menyerahkan kulit atau daging, maka harus secara cuma-cuma. Mengenai bahasan hukum menjual kulit kurban telah dibahas oleh Rumaysho.Com dalam artikel: Bolehkah Menjual Kulit Hasil Sembelihan Qurban?
Baca pula artikel Rumaysho.Com: Hukum Transfer Kurban ke Daerah Lain.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughul Marom, Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan ketiga, tahun 1432 H, 9: 298-300.
—
Selesai disusun di Radio Muslim, Jl. C. Simanjuntak no. 72, Yogyakarta, 20 Dzulqo’dah 1434 H
Artikel www.rumaysho.com
Silakan follow status kami via Twitter @RumayshoCom, FB Muhammad Abduh Tuasikal dan FB Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat